Home Nasional Jawa barat Majalengka Keislaman Aswaja Khutbah Opini Sejarah BIOGRAFI MWC NU BANOM LEMBAGA PC NU Pendidikan PONPEST Serba - serbi DOwnload

Belajar Mengendalikan Emosi dari Kanjeng Nabi Muhamad SAW

Belajar Mengendalikan Emosi dari Kanjeng Nabi Muhamad SAW
NU MAJALENGKA ONLINE-Sifat ketauladan Nabi Muhammad SAW yang harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu Siddik (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabliq (menyiarkan) dan Fathonah (cerdas).
NU MAJALENGKA ONLINE-Sifat ketauladan Nabi Muhammad SAW yang harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu Siddik (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabliq (menyiarkan) dan Fathonah (cerdas).

NU MAJALENGKA ONLINE--Dalam kitab Hayatus Shohabah, Imam Thabrani meriwayatkan, suatu hari Kanjeng Nabi SAW yang mulia, sedang makan bubur sederhana dan duduk di sebuah gundukan tanah di dekat sisi luar rumah beliau di Madinah, posisi duduk beliau pun seperti layaknya duduknya masyarakat biasa, bukan seperti seorang raja atau penguasa yang berlimpah kemewahan.

 

Tak lama seorang perempuan, yang dalam kitab ini disebutkan pekerjaannya adalah (maaf) menjual diri, dan akhlaknya kurang bagus, apalagi dalam berucap senantiasa menggunakan pilihan kata-kata yang buruk, lewat di depan Rasulullah SAW dan berkomentar dengan lugas saat melihat Rasulullah sedang makan dengan posisi duduk seperti seorang budak (rakyat biasa).

 

"Wahai, inikah yang disebut banyak orang sebagai Nabi? Lihatlah yang dimakan hanya bubur dan duduknya pun di luar, benar benar seperti budak," sambil melihat aneh ke arah Kanjeng Nabi yang sedang makan bubur sambil duduk sederhana di atas gundukan tanah.

 

Rasulullah menoleh ke arah wanita tersebut, tersenyum dan menjawab dengan tenang, "Iya sesungguhnya saya memang budak, namun saya budak terbaik, dan tidak ada budak yang lebih baik daripada saya,” dengan maksud budak dari Allah Ta'ala.


Wanita itu pun belum berhenti mengomentari Kanjeng Nabi, "Makan kok ngga ngajak-ngajak".

 

Dan Kanjeng Nabi pun kembali menjawab dengan penuh kesabaran, "Lha ayo sini ikut makan", Nabi tahu sebenarnya wanita itu juga sedang kelaparan, namun harga dirinya yang membuat dia berkomentar tidak elok ke Kanjeng Nabi.

 

Masih wanita itu menjawab dengan ketus, "Ya masa cuman ditawari, kenapa nggak sekalian diambilkan."

 

Dan Nabi pun turun dari gundukan tanah, sambil membawakan bubur untuk wanita tadi yang berada di beberapa langkah di tempat di bawah gundukan tanah di mana Kanjeng Nabi duduk dan makan.

 

Saat Kanjeng Nabi sudah dekat dan memberikan bubur ke wanita tersebut, wanita itu masih belum berhenti meminta yang lain, "Wahai Nabi, berikan aku juga makanan yang sudah kamu kunyah dan tersisa di dalam mulutmu".

 

Kanjeng Nabi pun menuruti keinginan wanita tersebut, sehingga sisa makanan yang ada di mulut Kanjeng Nabi pun, diambil oleh Kanjeng Nabi dan dimasukkan dalam wadah bubur yang diberikan ke wanita itu.

 

Kali ini wanita itu puas menerima bubur dan sisa yang sudah dikunyah Kanjeng Nabi, dan berlalu.

 

Jika Kanjeng Nabi mengutamakan kemuliaan pribadi dan harga diri, layaknya raja atau pejabat atau orang kaya. Maka kejadian di atas tidak pernah ada, dan wanita tadi bisa jadi tidak akan pernah mendapatkan pelajaran yang luar biasa secara langsung dari Kanjeng Nabi.

 

Jika Kanjeng Nabi mengutamakan kemuliaan pribadi dan harga diri, layaknya raja atau pejabat atau orang kaya, maka perkembangan Islam akan sangat lambat, karena di manapun orang tidak kaya lebih banyak dari orang kaya, bukan pejabat lebih banyak dari pejabat.

 

Secara rasional, Kanjeng Nabi pun melakukan strategi marketing yang luar biasa. Alih-alih meninggalkan atau membiarkan calon konsumen yang ruwet, Kanjeng Nabi Justru mengelola dan merawat mereka dengan sangat sabar dan ulet.

 

Secara kesehatan, Kanjeng Nabi pun mencontohkan, bahwa dengan memposisikan diri sebagai orang biasa, beliau tidak akan pernah merasa jengkel, mudah baper, bad mood, atau bahkan marah saat harga diri nya dihujat, lain kata senantiasa senang, dan ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan, karena saat psikologi dalam kondisi senang, tubuh akan terus memproduksi hormon endorfin dengan baik, dan hormon endorfin adalah imun alami tubuh kita.


Kanjeng Nabi mengajari kita untuk tidak menghargai diri kita terlalu mahal dan lebih dibanding orang lain, sehingga saat ada orang lain yang menghargai murah, maka kita akan baper, badmood dan alih-alih hormon endorfin yang keluar, tubuh kita justru akan memproduksi hormon kortisol dan ini yang membuat badan kita terasa nyeri, caranya bagaimana? Tetap bersyukur dan biasa biasa saja.(sumber : laduni.id)