Home Nasional Jawa barat Majalengka Keislaman Aswaja Khutbah Opini Sejarah BIOGRAFI MWC NU BANOM LEMBAGA PC NU Pendidikan PONPEST Serba - serbi DOwnload

Paradoks Pilkada Majalengka: Problem Logistik dan Partisipasi Pemilih

Paradoks Pilkada Majalengka: Problem Logistik dan Partisipasi Pemilih
Majalengka, 27 November 2024 – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Kabupaten Majalengka menghadirkan serangkaian tantangan yang cukup serius.
Majalengka, 27 November 2024 – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Kabupaten Majalengka menghadirkan serangkaian tantangan yang cukup serius.

Paradoks Pilkada Majalengka: Problem Logistik dan Partisipasi Pemilih

 

Majalengka, 27 November 2024 – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Kabupaten Majalengka menghadirkan serangkaian tantangan yang cukup serius. Berdasarkan hasil pemantauan sementara oleh Lembaga Kajian Demokrasi (LKD) PMII Majalengka, sejumlah permasalahan mencuat mulai dari distribusi logistik hingga menurunnya partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih.

 

Kekacauan Distribusi Logistik

 

Distribusi logistik pemilu menjadi salah satu sorotan utama dalam Pilkada kali ini. Berdasarkan pantauan, ditemukan beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang mengalami kekurangan atau kelebihan surat suara. Hal ini berawal dari pendistribusian logistik yang lambat dan terkesan tidak terorganisir. Bahkan, hingga hari pemungutan suara, masih ada masyarakat yang belum menerima formulir C Pemberitahuan, yang seharusnya menjadi hak dasar setiap pemilih.

 

Hal ini bertentangan dengan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) Nomor 11 Tahun 2024 Pasal 7 Huruf A, yang mengamanatkan bahwa logistik pemilu harus didistribusikan dengan tepat jumlah, jenis, kualitas, waktu, dan tujuan. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa prosedur ini belum dijalankan sebagaimana mestinya.

 

Kondisi ini juga diperparah dengan alokasi waktu yang signifikan untuk penertiban alat peraga kampanye (APK). Proses yang memakan waktu lama ini diduga mengurangi fokus Bawaslu, Panwascam, dan Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD) dalam mengawasi distribusi logistik. Akibatnya, koordinasi antara Bawaslu dan jajaran ad hoc di bawahnya patut dipertanyakan.

 

Turunnya Partisipasi Masyarakat

 

Selain masalah logistik, Pilkada Majalengka tahun ini juga diwarnai oleh rendahnya tingkat partisipasi masyarakat. Fenomena ini menjadi paradoks, mengingat antusiasme masyarakat pada Pemilu sebelumnya cukup tinggi.

 

Menurut analisis LKD PMII Majalengka, salah satu faktor penurunan partisipasi ini adalah kurangnya "stimulus" yang efektif dari KPU dan penyelenggara lainnya. Sosialisasi yang dilakukan terbukti belum mampu menandingi pengaruh dari apa yang mereka sebut sebagai "tangan-tangan tak terlihat" (Invisible Hand). Peran misterius ini, yang pada Pemilu sebelumnya berhasil meningkatkan antusiasme masyarakat, kini tampak absen.

 

Bukan hanya itu, lemahnya peran pengawasan partisipatif oleh Bawaslu juga menjadi sorotan. Dalam Pilkada kali ini, keberadaan Bawaslu dianggap "tak terlihat," baik dalam memastikan prosedur berjalan sesuai regulasi maupun dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan hak pilih secara cerdas.

 

Kegagalan Demokrasi Substansial

 

Persoalan logistik dan rendahnya partisipasi pemilih menunjukkan bahwa demokrasi di Majalengka masih jauh dari substansial. Dalam konteks Pilkada, demokrasi tidak hanya soal prosedur, tetapi juga soal kualitas. Ketika pengawasan logistik dan partisipasi masyarakat gagal dijaga, maka upaya menciptakan demokrasi yang berlandaskan asas-asas keadilan dan amanat undang-undang pun menjadi sulit tercapai.

 

Tanggung Jawab Bersama

 

Dalam situasi ini, KPU dan Bawaslu Kabupaten Majalengka perlu mengevaluasi kinerja mereka secara menyeluruh. Kekurangan logistik dan rendahnya partisipasi masyarakat adalah cerminan dari kurangnya koordinasi dan efektivitas dalam menjalankan tugas. Ke depan, sinergi antara penyelenggara pemilu dan masyarakat harus diperkuat untuk memastikan bahwa demokrasi berjalan sebagaimana mestinya.

 

Sebagai tonggak demokrasi, Pilkada seharusnya menjadi momen untuk memperkuat partisipasi masyarakat dan mengedepankan transparansi. Namun, jika masalah-masalah ini tidak segera diatasi, maka kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi justru semakin tergerus.

 

Laporan ini menjadi pengingat bahwa demokrasi tidak hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga soal tanggung jawab bersama dalam menciptakan proses yang adil dan berkualitas.